Upaya peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan
jangka panjang oleh pemerintah yang salah satunya melalui pemberdayaan sekolah
dalam menyusun kurikulum yang dimulai pada tahun pelajaran 2006/2007 kini
memasuki tahun ke-5.
Banyak pemerhati pendidikan yang mempertenyakan masalah ini.
Sebagai seseorang yang memiliki peran "paling kecil" dalam persoalan
ini, penulis memiliki sedikit rasa yang ingin dicurahkan. Sebelumnya, mari kita
resapi ulang tujuan diterapkannya KTSP.
Tujuan Umum:
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara patisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara patisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Tujuan Khusus
- Meningkatakan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan suber daya yang tersedia.
- Meningkatakan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
- Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
- Memahami tujuan diatas, KTSP dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah dan otonomi yang sedang digulirkan dewasa ini.
Akan tetapi, setelah 5 tahun berjalan, nampaknya sangat
sulit tujuan itu terwujud. Kenyataannya adalah bukan setiap satuan pendidikan
tidak memiliki Dokumen KTSP akan tetapi hakikat dari Tujuan Pemberlakuan KTSP
itu yang tidak tercapai. Sebab, banyak di antara satuan pendidikan (terutama di
tingkat dasar) yang hanya memiliki Dokumen KTSP sebagai persyaratan formal
kepemilikan kurikulum sekolah, padahal, KTSP bukan hanya Dokumen Kurikulum,
akan tetapi justru jauh lebih bermakna adalah proses penyusunan KTSP tersebut
oleh Tim Pengembang Kurikulum Sekolah terlebih apabila terhadap KTSP tersebut
dilakukan tinjauan dan revisi secara berkala bukan hanya mengganti tahun
pelajaran dan kalender pendidikan.
Terlalu ekstrim kalau penulis sajikan kondisi dari beberapa
sekolah (tingkat dasar) yang pernah dicoba diketahui bahwa sekolah tersebut
hanya membuat KTSP melalui jasa seseorang. Ada lagi kondisi lain yang menyusun
KTSP oleh 1 orang guru dengan cara hanya melakukan editing beberapa hal yang
berhubungan dengan identitas sekolah serta tahun pelajaran. Setelah itu
terjadi, KTSP hanya merupakan pelengkap Dokumen Sekolah. Masih agak lumayan
kalau sekolah tersebut melakukan "bedah KTSP" yang sudah jadi
tersebut untuk dipahami sebagai langkah awal yang akan dijadikan bekal
pemahaman selanjutnya dalam melakukan revisi secara berkala.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan ketdakpedulian para
pemangku kepentingan pendidikan pada tingkatan tersebut yang terkesan
biasa-biasa saja dan menganggap bahwa KTSP hanya sebagai Dokumen Kurikulum.
"yang penting ka ada, sebagai pedoman bagi guru dalam menyusun RPP sebelum
melakukan pembelajaran, itu saja sudah cukup daripada tidak ada sama
sekali".
Sungguh ironis, rencana pemerintah yang mencanangkan
tercapainya Standar Nasional Pendidikan mulai tahun 2013 akan sulit tercapai
secara kualitas. Dikatakan demikian karena kondisi ini merupakan sinyalemen
dari mandegnya 2 standar pendidikan, yaitu:
Pertama; Standar Isi. Target pencapaian Standar isi bahwa
setiap satuan pendidikan memiliki Dokumen Kurikulum sekolan beserta perangkat
pembelajaran lainnya hanya tercapai secara formaliltas belaka dengan dibuktikan
oleh Dokumen 1 KTSP, Dokumen 2 KTSP berupa Silabus Pembelajaran, RPP dan
perangkat lainnya. Sementara hakikat pemberdayaan Kepala Sekolah dan Guru dalam
upaya penyusunan KTSP tersebut tidak tercapai apalagi tujuan yang lebih jauh
dari KTSP tersebut.
Kedua; Ketidakmampuan personalia sekolah dalam menyusun KTSP
meupakan indikasi dari rendahnya kompetensi dan tanggung jawab moral sebagai
Profesi Guru. Hal ini berari bahwa harapan terhadap peningkatan kompetensi guru
melalui upaya peningkatan kualifikasi pendidikan formal setingkat D IV atau S1
tercapai hanya legalitas belaka. Ini menyangkut Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
Merupakan sebuah keprihatinan yang sangat luar biasa bagi
para pemerhati pendidikan jika kondisi ini benar-benar terjadi di banyak tempat
dan wilayah di seluruh pelosok negeri ini. Bagaimana tidak, harapan yang selalu
jadi impian bahwa negeri ini yang dijuluki "singa yang masih tidur"
akan terbangun dan menggemparkan dunia melalui kualitas SDM terunggul paling
tidak di Asia Tenggara selamanya akan menjadi impian panjang, bukan di waktu
tidur.
Akan tetapi, di sisa waktu yang masih ada sebelum dunia ini
kiamat, pelulis selalu berharap semoga terjadi keajaiban yang luar biasa berupa
bangkitnya kesadaran nasional dari para pihak yang berkewajiban dengan
pendidikan ini sehingga muncul TANGUNG JAWAB MORAL untuk melakukan
semuanya dengan penuh TANGGUNG JAWAB.
Semoga
............................................................................................
Labels:
KTSP
Thanks for reading Catatan terhadap KTSP SD/MI di Tahun ke-5. Please share...!